13 Oct 2025
40
Ajukan Pertanyaan
Bagaimana cara mengelola emosional ketika berhadapan dengan siswa-siswi
Saya sering merasa bersalah karena mudah marah di kelas. Kadang siswa terlalu ramai atau tidak memperhatikan, dan tanpa sadar saya membentak. Setelah itu saya menyesal, tapi situasinya sering berulang.
Bagaimana cara saya mengelola emosi agar bisa tetap tegas tanpa harus kehilangan kendali di depan anak-anak?
Halo Bpk/Ibu,
Apa yang Ibu rasakan itu sangat manusiawi. Guru bukan robot kita punya emosi, kelelahan, dan ekspektasi tinggi terhadap kelas yang terkadang tidak sesuai kenyataan. Ketika murid ramai atau tidak fokus, rasa marah itu muncul karena Ibu peduli. Tapi memang, kalau tidak dikelola, bisa menggerus hubungan baik antara guru dan siswa.
Beberapa hal yang bisa Ibu coba:
1. Sadari pemicu emosi.
Catat momen kapan Ibu paling mudah tersulut — apakah saat siswa ramai, tidak mendengarkan, atau saat Ibu sedang kelelahan. Menyadari pola ini membantu Ibu mengantisipasi sebelum emosi memuncak.
2. Gunakan jeda sebelum bereaksi.
Ketika mulai terasa “naik darah”, ambil napas dalam-dalam 2–3 kali atau berjalan ke sisi lain kelas. Tindakan kecil ini memberi waktu bagi otak untuk meredakan adrenalin sebelum kata-kata tajam keluar.
3. Ubah cara menegur.
Alih-alih langsung membentak, coba gunakan pendekatan tenang tapi tegas seperti:
“Ibu tahu kalian sedang semangat ngobrol, tapi sekarang waktunya kita belajar dulu ya.”
Nada tenang tapi tegas lebih efektif daripada bentakan.
4. Bangun komunikasi positif di awal.
Di awal semester atau pertemuan, buat kesepakatan kelas bersama siswa — aturan, konsekuensi, dan alasan di baliknya. Ketika siswa merasa dilibatkan, mereka cenderung lebih menghormati aturan itu.
5. Rawat diri sendiri.
Guru sering lupa bahwa mengajar adalah pekerjaan emosional. Coba luangkan waktu untuk kegiatan yang menenangkan setelah jam sekolah — jalan sore, berdoa, menulis jurnal, atau sekadar diam tanpa gangguan.
6. Cari dukungan dari sesama guru.
Kadang berbagi cerita dengan rekan sejawat bisa membantu melepaskan beban dan menemukan perspektif baru. Banyak guru yang mengalami hal sama, Bu.
Ingat, guru yang tenang bukan berarti guru yang tidak marah tapi guru yang memilih kapan dan bagaimana mengekspresikan marahnya dengan bijak.
Ibu bukan guru yang buruk karena pernah marah. Ibu adalah guru yang baik karena menyadari, menyesal, dan ingin memperbaiki.
Apa yang Ibu rasakan itu sangat manusiawi. Guru bukan robot kita punya emosi, kelelahan, dan ekspektasi tinggi terhadap kelas yang terkadang tidak sesuai kenyataan. Ketika murid ramai atau tidak fokus, rasa marah itu muncul karena Ibu peduli. Tapi memang, kalau tidak dikelola, bisa menggerus hubungan baik antara guru dan siswa.
Beberapa hal yang bisa Ibu coba:
1. Sadari pemicu emosi.
Catat momen kapan Ibu paling mudah tersulut — apakah saat siswa ramai, tidak mendengarkan, atau saat Ibu sedang kelelahan. Menyadari pola ini membantu Ibu mengantisipasi sebelum emosi memuncak.
2. Gunakan jeda sebelum bereaksi.
Ketika mulai terasa “naik darah”, ambil napas dalam-dalam 2–3 kali atau berjalan ke sisi lain kelas. Tindakan kecil ini memberi waktu bagi otak untuk meredakan adrenalin sebelum kata-kata tajam keluar.
3. Ubah cara menegur.
Alih-alih langsung membentak, coba gunakan pendekatan tenang tapi tegas seperti:
“Ibu tahu kalian sedang semangat ngobrol, tapi sekarang waktunya kita belajar dulu ya.”
Nada tenang tapi tegas lebih efektif daripada bentakan.
4. Bangun komunikasi positif di awal.
Di awal semester atau pertemuan, buat kesepakatan kelas bersama siswa — aturan, konsekuensi, dan alasan di baliknya. Ketika siswa merasa dilibatkan, mereka cenderung lebih menghormati aturan itu.
5. Rawat diri sendiri.
Guru sering lupa bahwa mengajar adalah pekerjaan emosional. Coba luangkan waktu untuk kegiatan yang menenangkan setelah jam sekolah — jalan sore, berdoa, menulis jurnal, atau sekadar diam tanpa gangguan.
6. Cari dukungan dari sesama guru.
Kadang berbagi cerita dengan rekan sejawat bisa membantu melepaskan beban dan menemukan perspektif baru. Banyak guru yang mengalami hal sama, Bu.
Ingat, guru yang tenang bukan berarti guru yang tidak marah tapi guru yang memilih kapan dan bagaimana mengekspresikan marahnya dengan bijak.
Ibu bukan guru yang buruk karena pernah marah. Ibu adalah guru yang baik karena menyadari, menyesal, dan ingin memperbaiki.
1
13 Oct 2025 10:35